Candi Prambanan
Rabu, 25 September 2013
0
komentar
Candi Prambanan atau Candi Rara Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha
(ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga
meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
Candi ini terletak di desa Prambanan, pulau Jawa, kurang lebih 20 kilometer timur Yogyakarta, 40 kilometer barat Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.[1] Candi Rara Jonggrang terletak di desa Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten.
Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO,
candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah
di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping
sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai
candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah
kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil.[2] Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.[3]
Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang Mataram.
Etimologi
Nama Prambanan, berasal dari nama desa tempat candi ini berdiri, diduga merupakan perubahan nama dialek bahasa Jawa dari istilah teologi Hindu Para Brahman yang bermakna "Brahman Agung" yaitu Brahman atau realitas abadi tertinggi dan teragung yang tak dapat digambarkan, yang kerap disamakan dengan konsep Tuhan dalam agama Hindu. Pendapat lain menganggap Para Brahman mungkin merujuk kepada masa jaya candi ini yang dahulu dipenuhi oleh para brahmana. Pendapat lain mengajukan anggapan bahwa nama "Prambanan" berasal dari akar kata mban dalam Bahasa Jawa yang bermakna menanggung atau memikul tugas, merujuk kepada para dewa Hindu yang mengemban tugas menata dan menjalankan keselarasan jagat.
Nama asli kompleks candi Hindu ini adalah nama dari Bahasa Sansekerta; Siwagrha (Rumah Siwa) atau Siwalaya (Alam Siwa), berdasarkan Prasasti Siwagrha yang bertarikh 778 Saka (856 Masehi). Trimurti dimuliakan dalam kompleks candi ini dengan tiga candi utamanya memuliakan Brahma, Siwa, dan Wisnu.
Akan tetapi Siwa Mahadewa yang menempati ruang utama di candi Siwa
adalah dewa yang paling dimuliakan dalam kompleks candi ini.
Sejarah
Pembangunan
Prambanan adalah candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah
dibangun di Jawa kuno, pembangunan candi Hindu kerajaan ini dimulai oleh
Rakai Pikatan sebagai tandingan candi Buddha Borobudur dan juga candi Sewu
yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa sejarawan lama menduga
bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali
berkuasanya keluarga Sanjaya
atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda keyakinan yang
saling bersaing; yaitu wangsa Sanjaya penganut Hindu dan wangsa Sailendra
penganut Buddha. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa
Hinduisme aliran Saiwa kembali mendapat dukungan keluarga kerajaan,
setelah sebelumnya wangsa Sailendra cenderung lebih mendukung Buddha aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan Medang beralih fokus dukungan keagamaanya, dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.
Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, bangunan suci ini dibangun untuk memuliakan dewa Siwa, dan nama asli bangunan ini dalam bahasa Sanskerta adalah Siwagrha (Sanskerta:Shiva-grha yang berarti: 'Rumah Siwa') atau Siwalaya (Sanskerta:Shiva-laya yang berarti: 'Ranah Siwa' atau 'Alam Siwa').[4]
Dalam prasasti ini disebutkan bahwa saat pembangunan candi Siwagrha
tengah berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan tata air
untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang dimaksud
adalah sungai Opak
yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks candi
Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok
melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi
sehingga erosi sungai dapat membahayakan konstruksi candi. Proyek tata
air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong
lengkung sungai dengan poros utara-selatan sepanjang dinding barat di
luar kompleks candi. Bekas aliran sungai asli kemudian ditimbun untuk
memberikan lahan yang lebih luas bagi pembangunan deretan candi perwara
(candi pengawal atau candi pendamping).
Beberapa arkeolog berpendapat bahwa arca Siwa di garbhagriha (ruang utama) dalam candi Siwa sebagai candi utama merupakan arca perwujudan raja Balitung, sebagai arca pedharmaan anumerta beliau.[5]
Kompleks bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram berikutnya, seperti raja Daksa dan Tulodong,
dan diperluas dengan membangun ratusan candi-candi tambahan di sekitar
candi utama. Karena kemegahan candi ini, candi Prambanan berfungsi
sebagai candi agung Kerajaan Mataram, tempat digelarnya berbagai upacara
penting kerajaan. Pada masa puncak kejayaannya, sejarawan menduga bahwa
ratusan pendeta brahmana dan murid-muridnya berkumpul dan menghuni pelataran luar candi ini untuk mempelajari kitab Weda dan melaksanakan berbagai ritual dan upacara Hindu. Sementara pusat kerajaan atau keraton kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat Prambanan di Dataran Kewu.
Diterlantarkan
Sekitar tahun 930-an, ibu kota kerajaan berpindah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok, yang mendirikan Wangsa Isyana.
Penyebab kepindahan pusat kekuasaan ini tidak diketahui secara pasti.
Akan tetapi sangat mungkin disebabkan oleh letusan hebat Gunung Merapi
yang menjulang sekitar 20 kilometer di utara candi Prambanan.
Kemungkinan penyebab lainnya adalah peperangan dan perebutan kekuasaan.
Setelah perpindahan ibu kota, candi Prambanan mulai terlantar dan tidak
terawat, sehingga pelan-pelan candi ini mulai rusak dan runtuh.
Bangunan candi ini diduga benar-benar runtuh akibat gempa bumi hebat
pada abad ke-16. Meskipun tidak lagi menjadi pusat keagamaan dan ibadah
umat Hindu, candi ini masih dikenali dan diketahui keberadaannya oleh
warga Jawa yang menghuni desa sekitar. Candi-candi serta arca Durga dalam bangunan utama candi ini mengilhami dongeng rakyat Jawa yaitu legenda Rara Jonggrang. Setelah perpecahan Kesultanan Mataram pada tahun 1755, reruntuhan candi dan sungai Opak di dekatnya menjadi tanda pembatas antara wilayah Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta (Solo).
Penemuan kembali
Penduduk lokal warga Jawa di sekitar candi sudah mengetahui
keberadaan candi ini. Akan tetapi mereka tidak tahu latar belakang
sejarah sesungguhnya, siapakah raja dan kerajaan apa yang telah
membangun monumen ini. Sebagai hasil imajinasi, rakyat setempat
menciptakan dongeng lokal untuk menjelaskan asal-mula keberadaan
candi-candi ini; diwarnai dengan kisah fantastis mengenai raja raksasa,
ribuan candi yang dibangun oleh makhluk halus jin dan dedemit hanya
dalam tempo satu malam, serta putri cantik yang dikutuk menjadi arca.
Legenda mengenai candi Prambanan dikenal sebagai kisah Rara Jonggrang.
Pada tahun 1733, candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang
berkebangsaan Belanda. Candi ini menarik perhatian dunia ketika pada
masa pendudukan Britania atas Jawa. Ketika itu Colin Mackenzie, seorang surveyor bawahan Sir Thomas Stamford Raffles,
menemukan candi ini. Meskipun Sir Thomas kemudian memerintahkan
penyelidikan lebih lanjut, reruntuhan candi ini tetap terlantar hingga
berpuluh-puluh tahun. Penggalian tak serius dilakukan sepanjang 1880-an
yang sayangnya malah menyuburkan praktek penjarahan ukiran dan batu
candi. Kemudian pada tahun 1855 Jan Willem IJzerman mulai membersihkan dan memindahkan beberapa batu dan tanah dari bilik candi. Beberapa saat kemudian Isaäc Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu candi tersebut ditumpuk secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak.
Arca-arca dan relief candi diambil oleh warga Belanda dan dijadikan
hiasan taman, sementara warga pribumi menggunakan batu candi untuk bahan
bangunan dan pondasi rumah.
Pemugaran
Pemugaran dimulai pada tahun 1918, akan tetapi upaya serius yang sesungguhnya dimulai pada tahun 1930-an. Pada tahun 1902-1903, Theodoor van Erp memelihara bagian yang rawan runtuh. Pada tahun 1918-1926, dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige Dienst)
di bawah P.J. Perquin dengan cara yang lebih sistematis sesuai kaidah
arkeologi. Sebagaimana diketahui para pendahulunya melakukan pemindahan
dan pembongkaran beribu-ribu batu secara sembarangan tanpa memikirkan
adanya usaha pemugaran kembali. Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan
hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 digantikan oleh
Ir. V.R. van Romondt hingga pada tahun 1942 dan kemudian diserahkan
kepemimpinan renovasi itu kepada putra Indonesia dan itu berlanjut
hingga tahun 1993 [6].
Upaya renovasi terus menerus dilakukan bahkan hingga kini. Pemugaran
candi Siwa yaitu candi utama kompleks ini dirampungkan pada tahun 1953
dan diresmikan oleh Presiden pertama Republik Indonesia Sukarno.
Banyak bagian candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena
batu-batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain.
Sebuah candi hanya akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih
ada. Oleh karena itu, banyak candi-candi kecil yang tak dibangun ulang
dan hanya tampak fondasinya saja.
Kini, candi ini termasuk dalam Situs Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO,
status ini diberikan UNESCO pada tahun 1991. Kini, beberapa bagian
candi Prambanan tengah direnovasi untuk memperbaiki kerusakan akibat
gempa Yogyakarta 2006. Gempa ini telah merusak sejumlah bangunan dan
patung.
Peristiwa kontemporer
Pada awal tahun 1990-an pemerintah memindahkan pasar dan kampung yang merebak secara liar di sekitar candi, menggusur kawasan perkampungan dan sawah di sekitar candi, dan memugarnya menjadi taman purbakala. Taman purbakala ini meliputi wilayah yang luas di tepi jalan raya Yogyakarta-Solo di sisi selatannya, meliputi seluruh kompleks candi Prambanan, termasuk Candi Lumbung, Candi Bubrah, dan Candi Sewu di sebelah utaranya. Pada tahun 1992 Pemerintah Indonesia Perusahaan milik negara, Persero PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. Badan usaha ini bertugas mengelola taman wisata purbakala di Borobudur, Prambanan, Ratu Boko, serta kawasan sekitarnya. Prambanan adalah salah satu daya tarik wisata terkenal di Indonesia yang banyak dikunjungi wisatawan dalam negeri ataupun wisatwan mancanegara.
Tepat di seberang sungai Opak dibangun kompleks panggung dan gedung
pertunjukan Trimurti yang secara rutin menggelar pertunjukan Sendratari Ramayana.
Panggung terbuka Trimurti tepat terletak di seberang candi di tepi
Barat sungai Opak dengan latar belakang Candi Prambanan yang disoroti
cahaya lampu. Panggung terbuka ini hanya digunakan pada musim kemarau,
sedangkan pada musim penghujan, pertunjukan dipindahkan di panggung
tertutup. Tari Jawa Wayang orang Ramayana ini adalah tradisi adiluhung keraton
Jawa yang telah berusia ratusan tahun, biasanya dipertunjukkan di
keraton dan mulai dipertunjukkan di Prambanan pada saat bulan purnama
sejak tahun 1960-an. Sejak saat itu Prambanan telah menjadi daya tarik
wisata budaya dan purbakala utama di Indonesia.
Setelah pemugaran besar-besaran tahun 1990-an, Prambanan juga kembali
menjadi pusat ibadah agama Hindu di Jawa. Kebangkitan kembali nilai
keagamaan Prambanan adalah karena terdapat cukup banyak masyarakat
penganut Hindu,
baik pendatang dari Bali atau warga Jawa yang kembali menganut Hindu
yang bermukim di Yogyakarta, Klaten dan sekitarnya. Tiap tahun warga
Hindu dari provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta berkumpul di candi
Prambanan untuk menggelar upacara pada hari suci Galungan, Tawur Kesanga, dan Nyepi.[7][8]
Pada 27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 5,9 pada skala Richter (sementara United States Geological Survey melaporkan kekuatan gempa 6,2 pada skala Richter) menghantam daerah Bantul
dan sekitarnya. Gempa ini menyebabkan kerusakan hebat terhadap banyak
bangunan dan kematian pada penduduk sekitar. Gempa ini berpusat pada
patahan tektonik Opak yang patahannya sesuai arah lembah sungai Opak
dekat Prambanan. Salah satu bangunan yang rusak parah adalah kompleks
Candi Prambanan, khususnya Candi Brahma. Foto awal menunjukkan bahwa
meskipun kompleks bangunan tetap utuh, kerusakan cukup signifikan.
Pecahan batu besar, termasuk panil-panil ukiran, dan kemuncak wajra
berjatuhan dan berserakan di atas tanah. Candi-candi ini sempat ditutup
dari kunjungan wisatawan hingga kerusakan dan bahaya keruntuhan dapat
diperhitungkan. Balai arkeologi Yogyakarta menyatakan bahwa diperlukan
waktu berbulan-bulan untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang
diakibatkan gempa ini.[9][10]
Beberapa minggu kemudian, pada tahun 2006 situs ini kembali dibuka
untuk kunjungan wisata. Pada tahun 2008, tercatat sejumlah 856.029
wisatawan Indonesia dan 114.951 wisatawan mancanegara mengunjungi
Prambanan. Pada 6 Januari 2009 pemugaran candi Nandi selesai.[11] Pada tahun 2009, ruang dalam candi utama tertutup dari kunjungan wisatawan atas alasan keamanan.
Kompleks candi
Pintu masuk ke kompleks bangunan ini terdapat di keempat arah penjuru
mata angin, akan tetapi arah hadap bangunan ini adalah ke arah timur,
maka pintu masuk utama candi ini adalah gerbang timur. Kompleks candi
Prambanan terdiri dari:
- 3 Candi Trimurti: candi Siwa, Wisnu, dan Brahma
- 3 Candi Wahana: candi Nandi, Garuda, dan Angsa
- 2 Candi Apit: terletak antara barisan candi-candi Trimurti dan candi-candi Wahana di sisi utara dan selatan
- 4 Candi Kelir: terletak di 4 penjuru mata angin tepat di balik pintu masuk halaman dalam atau zona inti
- 4 Candi Patok: terletak di 4 sudut halaman dalam atau zona inti
- 224 Candi Perwara: tersusun dalam 4 barisan konsentris dengan jumlah candi dari barisan terdalam hingga terluar: 44, 52, 60, dan 68
Maka terdapat total 240 candi di kompleks Prambanan.
Aslinya terdapat 240 candi besar dan kecil di kompleks Candi Prambanan.[12]
Tetapi kini hanya tersisa 18 candi; yaitu 8 candi utama dan 8 candi
kecil di zona inti serta 2 candi perwara. Banyak candi perwara yang
belum dipugar, dari 224 candi perwara hanya 2 yang sudah dipugar, yang
tersisa hanya tumpukan batu yang berserakan. Kompleks candi Prambanan
terdiri atas tiga zona; pertama adalah zona luar, kedua adalah zona
tengah yang terdiri atas ratusan candi, ketiga adalah zona dalam yang
merupakan zona tersuci tempat delapan candi utama dan delapan kuil
kecil.
Penampang denah kompleks candi Prambanan adalah berdasarkan lahan
bujur sangkar yan terdiri atas tiga bagian atau zona, masing-masing
halaman zona ini dibatasi tembok batu andesit. Zona terluar ditandai
dengan pagar bujur sangkar yang masing-masing sisinya sepanjang 390
meter, dengan orientasi Timur Laut - Barat Daya. Kecuali gerbang selatan
yang masih tersisa, bagian gerbang lain dan dinding candi ini sudah
banyak yang hilang. Fungsi dari halaman luar ini secara pasti belum
diketahui; kemungkinan adalah lahan taman suci, atau kompleks asrama
Brahmana dan murid-muridnya. Mungkin dulu bangunan yang berdiri di
halaman terluar ini terbuat dari bahan kayu, sehingga sudah lapuk dan
musnah tak tersisa.
Candi Prambanan adalah salah satu candi Hindu terbesar di Asia Tenggara selain Angkor Wat. Tiga candi utama disebut Trimurti dan dipersembahkan kepadantiga dewa utama Trimurti: Siwa sang Penghancur, Wisnu sang Pemelihara dan Brahma sang Pencipta.
Di kompleks candi ini Siwa lebih diutamakan dan lebih dimuliakan dari
dua dewa Trimurti lainnya. Candi Siwa sebagai bangunan utama sekaligus
yang terbesar dan tertinggi, menjulang setinggi 47 meter.
Candi Siwa
Halaman dalam adalah zona paling suci dari ketiga zona kompleks
candi. Pelataran ini ditinggikan permukaannya dan berdenah bujur sangkar
dikurung pagar batu dengan empat gerbang di empat penjuru mata angin.
Dalam halaman berpermukaan pasir ini terdapat delapan candi utama; yaitu
tiga candi utama yang disebut candi Trimurti ("tiga wujud"), dipersembahkan untuk tiga dewa Hindu tertinggi: Dewa Brahma Sang Pencipta, Wishnu Sang Pemelihara, dan Siwa Sang Pemusnah.
Candi Siwa sebagai candi utama adalah bangunan terbesar sekaligus
tetinggi di kompleks candi Rara Jonggrang, berukuran tinggi 47 meter dan
lebar 34 meter. Puncak mastaka atau kemuncak candi ini dimahkotai
modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau halilintar. Bentuk wajra ini merupakan versi Hindu sandingan dari stupa yang ditemukan pada kemuncak candi Buddha. Candi Siwa dikelilingi lorong galeri yang dihiasi relief yang menceritakan kisah Ramayana;
terukir di dinding dalam pada pagar langkan. Di atas pagar langkan ini
dipagari jajaran kemuncak yang juga berbentuk wajra. Untuk mengikuti
kisah sesuai urutannya, pengunjung harus masuk dari sisi timur, lalu
melakukan pradakshina yakni berputar mengelilingi candi sesuai arah jarum jam. Kisah Ramayana ini dilanjutkan ke Candi Brahma.
Candi Siwa di tengah-tengah, memuat lima ruangan, satu ruangan di setiap arah mata angin dan satu garbagriha,
yaitu ruangan utama dan terbesar yang terletak di tengah candi. Ruangan
timur terhubung dengan ruangan utama tempat bersemayam sebuah arca Siwa Mahadewa (Perwujudan Siwa sebagai Dewa Tertinggi) setinggi tiga meter. Arca ini memiliki Lakçana (atribut atau simbol) Siwa, yaitu chandrakapala (tengkorak di atas bulan sabit), jatamakuta (mahkota keagungan), dan trinetra (mata ketiga) di dahinya. Arca ini memiliki empat lengan yang memegang atribut Siwa, seperti aksamala (tasbih), camara (rambut ekor kuda pengusir lalat), dan trisula. Arca ini mengenakan upawita
(tali kasta) berbentuk ular naga (kobra). Siwa digambarkan mengenakan
cawat dari kulit harimau, digambarkan dengan ukiran kepala, cakar, dan
ekor harimau di pahanya. Sebagian sejarawan beranggapa bahwa arca Siwa
ini merupakan perwujudan raja Balitung
sebagai dewa Siwa, sebagai arca pedharmaan anumerta beliau. Sehingga
ketika raja ini wafat, arwahnya dianggap bersatu kembali dengan dewa
penitisnya yaitu Siwa.[13] Arca Siwa Mahadewa ini berdiri di atas lapik bunga padma di atas landasan persegi berbentuk yoni yang pada sisi utaranya terukir ular Nāga (kobra).
Tiga ruang yang lebih kecil lainnya menyimpan arca-arca yang ukuran
lebih kecil yang berkaitan dengan Siwa. Di dalam ruang selatan terdapat
Resi Agastya, Ganesha putra Siwa di ruang barat, dan di ruang utara terdapat arca sakti atau istri Siwa, Durga Mahisasuramardini, menggambarkan Durga sebagai pembasmi Mahisasura, raksasa Lembu yang menyerang swargaloka. Arca Durga ini juga disebut sebagai Rara Jonggrang (dara langsing) oleh penduduk setempat. Arca ini dikaitkan dengan tokoh putri legendaris Rara Jonggrang.
Candi Brahma dan Candi Wishnu
Dua candi lainnya dipersembahkan kepada Dewa Wisnu, yang terletak di sisi utara dan satunya dipersembahkan kepada Brahma,
yang terletak di sisi selatan. Kedua candi ini menghadap ke timur dan
hanya terdapat satu ruang, yang dipersembahkan untuk dewa-dewa ini.
Candi Brahma menyimpan arca Brahma dan Candi Wishnu menyimpan arca
Wishnu yang berukuran tinggi hampir 3 meter. Ukuran candi Brahma dan
Wishnu adalah sama, yakni lebar 20 meter dan tinggi 33 meter.
Candi Wahana
Tepat di depan candi Trimurti terdapat tiga candi yang lebih kecil
daripada candi Brahma dan Wishnu yang dipersembahkan kepada kendaraan
atau wahana dewa-dewa ini; sang lembu Nandi wahana Siwa, sang Angsa wahana Brahma, dan sang Garuda
wahana Wisnu. Candi-candi wahana ini terletak tepat di depan dewa
penunggangnya. Di depan candi Siwa terdapat candi Nandi, di dalamnya
terdapat arca lembu Nandi. Pada dinding di belakang arca Nandi ini di
kiri dan kanannya mengapit arca Chandra dewa bulan dan Surya
dewa matahari. Chandra digambarkan berdiri di atas kereta yang ditarik
10 kuda, sedangkan Surya berdiri di atas kereta yang ditarik 7 kuda.[14]
Tepat di depan candi Brahma terdapat candi Angsa. Candi ini kosong dan
tidak ada arca Angsa di dalamnya. Mungkin dulu pernah bersemayam arca
Angsa sebagai kendaraan Brahma di dalamnya. Di depan candi Wishnu
terdapat candi yang dipersembahkan untuk Garuda,
akan tetapi sama seperti candi Angsa, di dalam candi ini tidak
ditemukan arca Garuda. Mungkin dulu arca Garuda pernah ada di dalam
candi ini. Hingga kini Garuda menjadi lambang penting di Indonesia,
yaitu sebagai lambang negara Garuda Pancasila.
Candi Apit, Candi Kelir, dan Candi Patok
Di antara baris keenam candi-candi utama ini terdapat Candi Apit.
Ukuran Candi Apit hampir sama dengan ukuran candi perwara, yaitu tinggi
14 meter dengan tapak denah 6 x 6 meter. Disamping 8 candi utama ini
terdapat candi kecil berupa kuil kecil yang mungkin fungsinya menyerupai
pelinggihan dalam Pura
Hindu Bali tempat meletakan canang atau sesaji, sekaligus sebagai
aling-aling di depan pintu masuk. Candi-candi kecil ini yaitu; 4 Candi Kelir pada empat penjuru mata angin di muka pintu masuk, dan 4 Candi Patok di setiap sudutnya. Candi Kelir dan Candi Patok berbentuk miniatur candi tanpa tangga dengan tinggi sekitar 2 meter.
Candi Perwara
Dua dinding berdenah bujur sangkar yang mengurung dua halaman dalam,
tersusun dengan orientasi sesuai empat penjuru mata angin. Dinding kedua
berukuran panjang 225 meter di tiap sisinya. Di antara dua dinding ini
adalah halaman kedua atau zona kedua. Zona kedua terdiri atas 224 candi
perwara yang disusun dalam empat baris konsentris. Candi-candi ini
dibangun di atas empat undakan teras-teras yang makin ke tengah sedikit
makin tinggi. Empat baris candi-candi ini berukuran lebih kecil daripada
candi utama. Candi-candi ini disebut "Candi Perwara" yaitu candi
pengawal atau candi pelengkap. Candi-candi perwara disusun dalam empat
baris konsentris baris terdalam terdiri atas 44 candi, baris kedua 52
candi, baris ketiga 60 candi, dan baris keempat sekaligus baris terluar
terdiri atas 68 candi.
Masing-masing candi perwara ini berukuran tinggi 14 meter dengan
tapak denah 6 x 6 meter, dan jumlah keseluruhan candi perwara di halaman
ini adalah 224 candi. Kesemua candi perwara ini memiliki satu tangga
dan pintu masuk sesuai arah hadap utamanya, kecuali 16 candi di sudut
yang memiliki dua tangga dan pintu masuk menghadap ke dua arah luar.[15]
Jika kebanyakan atap candi di halaman dalam zona inti berbentuk wajra,
maka atap candi perwara berbentuk ratna yang melambangkan permata.
Aslinya ada banyak candi yang ada di halaman ini, akan tetapi hanya
sedikit yang telah dipugar. Bentuk candi perwara ini dirancang seragam.
Sejarawan menduga bahwa candi-candi ini dibiayai dan dibangun oleh
penguasa daerah sebagai tanda bakti dan persembahan bagi raja. Sementara
ada pendapat yang mengaitkan empat baris candi perwara melambangkan
empat kasta,
dan hanya orang-orang anggota kasta itu yang boleh memasuki dan
beribadah di dalamnya; baris paling dalam hanya oleh dimasuki kasta Brahmana, berikutnya hingga baris terluar adalah barisan candi untuk Ksatriya, Waisya, dan Sudra.
Sementara pihak lain menganggap tidak ada kaitannya antara candi
perwara dan empat kasta. Barisan candi perwara kemungkinan dipakai untuk
beribadah, atau tempat bertapa (meditasi) bagi pendeta dan umatnya.
Arsitektur
Arsitektur candi Prambanan berpedoman kepada tradisi arsitektur Hindu
yang berdasarkan kitab Wastu Sastra. Denah candi megikuti pola mandala, sementara bentuk candi yang tinggi menjulang merupakan ciri khas candi Hindu. Prambanan memiliki nama asli Siwagrha dan dirancang menyerupai rumah Siwa, yaitu mengikuti bentuk gunung suci Mahameru,
tempat para dewa bersemayam. Seluruh bagian kompleks candi mengikuti
model alam semesta menurut konsep kosmologi Hindu, yakni terbagi atas
beberapa lapisan ranah, alam atau Loka.
Seperti Borobudur,
Prambanan juga memiliki tingkatan zona candi, mulai dari yang kurang
suci hingga ke zona yang paling suci. Meskipun berbeda nama, tiap konsep
Hindu ini memiliki sandingannya dalam konsep Buddha yang pada
hakikatnya hampir sama. Baik lahan denah secara horisontal maupun
vertikal terbagi atas tiga zona:[16]
- Bhurloka (dalam Buddhisme: Kamadhatu), adalah ranah terendah makhluk yang fana; manusia, hewan, juga makhluk halus dan iblis. Di ranah ini manusia masih terikat dengn hawa nafsu, hasrat, dan cara hidup yang tidak suci. Halaman terlar dan kaki candi melambangkan ranah bhurloka.
- Bhuwarloka (dalam Buddhisme: Rupadhatu), adalah alam tegah, tempat orang suci, resi, pertapa, dan dewata rendahan. Di alam ini manusia mulai melihat cahaya kebenaran. Halaman tengah dan tubuh candi melambangkan ranah bhuwarloka.
- Swarloka (dalam Buddhisme: Arupadhatu), adalah ranah trtinggi sekaligus tersuci tempat para dewa bersemayam, juga disebut swargaloka. Halaman dalam dan atap candi melambangkan ranah swarloka. Atap candi-candi di kompleks Prambanan dihiasi dengan kemuncak mastaka berupa ratna (Sanskerta: permata), bentuk ratna Prambanan merupakan modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau halilintar. Dalam arsitektur Hindu Jawa kuno, ratna adalah sandingan Hindu untuk stupa Buddha, yang berfungsi sebagai kemuncak atau mastaka candi.
Pada saat pemugaran, tepat di bawah arca Siwa di bawah ruang utama candi Siwa terdapat sumur yang didasarnya terdapat pripih
(kotak batu). Sumur ini sedalam 5,75 meter dan peti batu pripih ini
ditemukan diatas timbunan arang kayu, tanah, dan tulang belulang hewan
korban. Di dalam pripih ini terdapat benda-benda suci seperti lembaran
emas dengan aksara bertuliskan Waruna (dewa laut) dan Parwata
(dewa gunung). Dalam peti batu ini terdapat lembaran tembaga bercampur
arang, abu, dan tanah, 20 keping uang kuno, beberapa butir permata,
kaca, potongan emas, dan lembaran perak, cangkang kerang, dan 12
lembaran emas (5 diantaranya berbentuk kura-kura, ular naga (kobra), padma, altar, dan telur).[17]
Relief
Ramayana dan Krishnayana
Candi ini dihiasi relief naratif yang menceritakan epos Hindu; Ramayana dan Krishnayana.
Relif berkisah ini diukirkan pada dinding sebelah dalam pagar langkan
sepanjang lorong galeri yang mengelilingi tiga candi utama. Relief ini
dibaca dari kanan ke kiri dengan gerakan searah jarum jam mengitari
candi. Hal ini sesuai dengan ritual pradaksina,
yaitu ritual mengelilingi bangunan suci searah jarum jam oleh peziarah.
Kisah Ramayana bermula di sisi timur candi Siwa dan dilanjutkan ke
candi Brahma temple. Pada pagar langkan candi Wisnu terdapat relief
naratif Krishnayana yang menceritakan kehidupan Krishna sebagai salah satu awatara Wishnu.
Relief Ramayana menggambarkan bagaimana Shinta, istri Rama, diculik oleh Rahwana. Panglima bangsa wanara (kera), Hanuman, datang ke Alengka untuk membantu Rama mencari Shinta. Kisah ini juga ditampilkan dalam Sendratari Ramayana, yaitu pagelaran wayang orang
Jawa yang dipentaskan secara rutin di panggung terbuka Trimurti setiap
malam bulan purnama. Latar belakang panggung Trimurti adalah pemandangan
megah tiga candi utama yang disinari cahaya lampu.
Lokapala, Brahmana, dan Dewata
Di seberang panel naratif relief, di atas tembok tubuh candi di
sepanjang galeri dihiasi arca-arca dan relief yang menggambarkan para dewata dan resi brahmana. Arca dewa-dewa lokapala, dewa surgawi penjaga penjuru mata angin dapat ditemukan di candi Siwa. Sementara arca para brahmana penyusun kitab Weda terdapat di candi Brahma. Di candi Wishnu terdapat arca dewata yang diapit oleh dua apsara atau bidadari kahyangan.
Panil Prambanan: Singa dan Kalpataru
Di dinding luar sebelah bawah candi dihiasi oleh barisan relung
(ceruk) yang menyimpan arca singa diapit oleh dua panil yang
menggambarkan pohon hayat kalpataru.
Pohon suci ini dalam mitologi Hindu-Buddha dianggap pohon yang dapat
memenuhi harapan dan kebutuhan manusia. Di kaki pohon Kalpataru ini
diapit oleh pasangan kinnara-kinnari
(hewan ajaib bertubuh burung berkepala manusia), atau pasangan hewan
lainnya, seperti burung, kijang, domba, monyet, kuda, gajah, dan
lain-lain. Pola singa diapit kalpataru adalah pola khas yang hanya
ditemukan di Prambanan, karena itulah disebut "Panil Prambanan".
Museum Prambanan
Di dalam kompleks taman purbakala candi Prambanan terdapat sebuah
museum yang menyimpan berbagai temuan benda bersejarah purbakala. Museum
ini terletak di sisi utara Candi Prambanan, antara candi Prambanan dan candi Lumbung. Museum ini dibangun dalam arsitektur tradisional Jawa, berupa rumah joglo. Koleksi yang tersimpan di museum ini adalah berbagai batu-batu candi dan berbagai arca
yang ditemukan di sekitar lokasi candi Prambanan; misalnya arca lembu
Nandi, resi Agastya, Siwa, Wishnu, Garuda, dan arca Durga
Mahisasuramardini, termasuk pula batu Lingga Siwa, sebagai lambang kesuburan.
Replika harta karun emas temuan Wonoboyo
yang terkenal itu, berupa mangkuk berukir Ramayana, gayung, tas, uang,
dan perhiasan emas, juga dipamekan di museum ini. Temuan Wonoboyo yang
asli kini disimpan di Museum Nasional Indonesia
di Jakarta. Replika model arsitektur beberapa candi seperti Prambanan,
Borobudur, dan Plaosan juga dipamerkan di museum ini. Museum ini dapat
dimasuki secara gratis oleh pengunjung taman purbakala Prambanan karena
tiket masuk taman wisata sudah termasuk museum ini. Pertunjukan audio
visual mengenai candi Prambanan juga ditampilkan disini.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Candi Prambanan
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://triko11.blogspot.com/2013/09/candi-prambanan.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar